Pemadaman Listrik Bukan Persoalan Krisis Energi, Tapi Lemahnya SDM
Ferdinan Ghodang:
Kategori berita:KotaArtikel dimuat pada: Hari ini, 20 Sep 2013, 06:48:42 WIB
Medan, (Analisa). Pemadaman aliran listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) kepada masyarakat pelanggan dinilai sudah di luar ambang kewajaran. Karena dilakukan tanpa mengenal waktu dan jadwal hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Jadwal pemadaman sudah tidak jelas dan tidak mengenal waktu lagi. Dalam sehari bisa empat kali padam. Ini sudah di luar kewajaran hingga sepatutnya dilakukan audit internal kinerja dan sumber daya manusia di jajaran PLN,” ujar Ketua Departemen Hubungan Antar Lembaga DPD PDI Perjuangan Sumut, Ferdinan Ghodang SE, SH, MH, kepada wartawan, Kamis (19/9).
Menurut Ghodang, manajemen PT PLN selalu berlindung kepada alasan klasik pemadaman dikarenakan terjadi krisis daya listrik. Alasan ini selalu dijadikan “kambing hitam” oleh manajemen PLN, tanpa dibarengi upaya untuk melakukan stabilisasi daya.
“Potensi daya listrik di Sumatera Utara luar biasa, namun tidak digali secara maksimal. Jadi, bukan pada persoalan krisis daya listrik, namun pada persoalan kelemahan sumber daya manusia (SDM) di tubuh PT PLN,” ujar Ghodang.
Pria yang berkarir di dunia usaha dan badan lelang ini menilai, krisis daya listrik sejak negeri ini merdeka hingga memasuki masa modrenisasi belum juga bisa diselesaikan. “Titik persoalan sudah diketahui, tetapi mengapa tidak dilakukan antisipasi. Ibarat seorang dokter yang sudah mengetahui pasiennya menderita kangker, tetapi tidak dilakukan operasi. Jadi tidak ada inovasi yang dilakukan manajemen PLN sejak negeri ini merdeka,” kata Ferdinan Ghodang.
Makin Parah
Sebagai badan usaha milik negara yang berkewajiban memenuhi kebutuhan listrik, harusnya semakin tahun menunjukkan kinerja yang lebih baik dan semakin maju. Namun yang dirasakan masyarakat, dari tahun ke tahun pemadaman bergilir semakin parah.
“Penilaian masyarakat secara umum PLN telah gagal menjalankan fungsinya sebagai penyedia kebutuhan listrik bagi rakyat. Sehingga perlu dilakukan reformasi besar-besaran terhadap manajemen dan kinerja PT PLN,” tegas Ferdinan Ghodang yang juga calon anggota DPRD Sumut dari dapil Sumut 1 dengan nomor urut 8.
Terpisah Ketua DPRD Medan Drs H Amiruddin meminta pemerintah tegas menyikapi kinerja manajemen PT PLN yang cenderung menunjukkan kegagalannya dalam menjalankan tugas.
“Manajemen PT PLN Sumbagut selalu “mengkambing hitamkan” pemerintah pusat terkait regulasi yang mengatur kerja PLN. Karenanya pemerintah pusat harus menjawabnya dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja PT PLN Sumbagut,” tegas Amiruddin.
Politisi Partai Demokrat ini menilai, kinerja PT PLN sudah mencoreng citra bangsa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik. Sektor usaha menjadi terganggu. Padahal biaya-biaya yang dikeluarkan PLN ditanggung oleh negara.
“Aktivitas Bandara Kualanamu International Airport (KNIA) terganggu saat daya listrik tidak normal, sehingga memaksa petugas maskapai penerbangan melayani calon penumpang yang chek in secara manual. Betapa malunya kita di mata dunia internasional,” ujar Amiruddin.
Karenanya dia meminta pemerintah pusat memberikan tindakan kepada manajemen PT PLN yang telah gagal menjalankan tugasnya. “Jangan pertahankan aparatur yang tidak memiliki semangat bekerja,” ujarnya.
Salah seorang pelaku usaha, Ahmad Nasoha S Sos, kepada Analisa mengaku, pemadaman listrik bukan hanya mengganggu kegiatan produksi. Semua sektor terancam kolap jika pemadaman terus terjadi.
Di perusahaan tempatnya bekerja yang mengandalkan listrik, terpaksa menggunakan mesin pembantu dengan menambah biaya untuk membeli bahan bakar minyak. Begitu juga peralatan teknologi yang digunakan perusahaan akan mengalami kerusakan karena sering mati mendadak.
Dia berpendapat, ketik tarif listrik akan mengalami kenaikan tidak terjadi pemadaman. Namun, setelah tarif naik, pemadaman bergilirpun dilakukan hingga tanpa mengenal waktu.
“Pelayanan yang diberikan manajemen PT PLN tidak seimbang dengan tuntutan yang dibebankan kepada masyarakat pelanggan. Ini namanya tidak adil. Kalau pelanggan telat membayar rekening listrik, tidak ada toleransi. Tapi apa yang dapat dilakukan masyarakat jika dizolimi oleh manajemen PLN,” ujar Nasoha.
Kesulitan BBM
Sementara itu, sejumlah masyarakat mengadu ke redaksi Analisa yang mengaku tidak mendapat pelayanan di SPBU saat membeli bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan deriken. “Kita hanya butuh 5 liter BBM untuk menghidupkan genset akibat listrik padam, tetapi petugas SPBU tidak melayaninya dengan dalih pihaknya dilarang melayani pembelian dengan deriken”, ujar salah seorang masyarakat, K Siregar kepada Analisa melalui telepon.
Dia menilai petugas SPBU kaku menjalankan tugasnya, dan pihak Pertamina juga harus memberikan toleransi kepada masyarakat disaat sutuasi mendesak, seperti saat terjadi pemadaman listrik dengan waktu yang panjang.
“Saya setuju dengan aturan Pertamina yang tidak melayani pembelian dengan deriken, tetapi harus juga dilihat kondisinya. Kalau hanya 5 liter dan situasinya mendesak, harusnya ada toleransi,” katanya. (sug)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar